PENGARUH TRANSFER PRICING TERHADAP
PERENCANAAN PAJAK BAGI PERUSAHAAN MULTINASIONAL
Latar belakang
Perencanaan
pajak merupakan sarana yang memungkinkan untuk melaksanakan pembayaran pajak
agar tidak terjadi kelebihan dalam pembayaran pajak. Perencanaan pajak bukan
berarti sebagai cara untuk menghindari pajak, karena dilakukan sesuai dengan
Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak juga membabahas tentang
perencanaan pajak. Manajemen pajak dapat diartikan sebagai cara bagi perusahaan
dalam mengelola kewajiban pemenuhan pajak yang akan dilakukan dengan baik dan
benar agar mendapatkan laba yang diharapkan dengan menekan jumlah pajak
serendah mungkin tanpa unsur pelanggaran yang berakibat adanya sanksi. Dengan
demikian tujuan manajemen pajak adalah melakukan usaha efisien pajak untuk
mencapai laba yang rasional dan melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan
benar. Perencanaan pajak untuk suatu operasi yang sifatnya Multinasional
merupakan pekerjaan yang kompleks, namun bagi pihak lain mengandung aspek 2
yang vital bagi bisnis Internasional. Pajak sangat berdampak terhadap keputusan
penanaman modal di Luar Negeri, struktur keuangan, ketetapan besarnya biaya
modal, manajemen valuta asing, manajemen modal kerja dan pengendalian keuangan.
Diberlakukannya suatu ketentuan Perundang-undangan Perpajakan tentang peraturan
transaksi Internasional adalah sebab dari hubungan perdagangan Internasional
yang semakin luas dan ekstensif. Dengan adanya peningkatan beberapa tarif pajak
di beberapa negara, terdapat pula peningkatan cara untuk menghindari pajak
Internasional, yang mana adanya beberapa daerah di dunia yang disebut dengan
surga persinggahan pajak yang menampung dana internasional. Selain itu karena
perusahaan Multinasional memiliki posisi dalam hal prinsip yaitu apa yang
digunakannya pasti akan menguntungkan bagi kelompoknya, sehingga perusahaan
Multinasional menggunakan harga yang menyimpang dari harga yang berlaku umum.
Maka perusahaan Multinasional dapat menggunakan transfer pricing yang rendah
dari aim’s length price, yang tujuannya mengefisienkan beban pajak atau dengan
cara menggunakan harga yang tinggi dari aim’s length price untuk tujuan
tertentu. Transfer pricing merupakan isu pada bidang perpajakan, khususnya bagi
korporasi multinasional yang melakukan transaksi internasional. Dari sisi
pemerintahan, transfer pricing dapat mengakibatkan potensi penerimaan pajak
suatu negara akan berkurang karena perusahaan multinasional menggeser kewajiban
perpajakannya dari negara yang tarifnya lebih tinggi yang nantinya menuju
negara yang bertarif pajak rendah. Perusahaan juga berupaya meminimalisasi
biaya termasuk meminimalisasi pembayaran pajak perusahaan 3 jika dilihat dari
sisi bisnis. Transfer pricing dipercaya menjadi salah satu strategi yang
efektif untuk memenangkan persaingan dalam memperebutkan sumber daya yang
terbatas, bagi perusahaan multinasional yang berskala global.
Tujuan
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga transfer (transfer pricing)
terhadap perencanaan pajak bagi perusahaan multinasional.
Objek penelitian
Objek penelitian
ini yang berkaitan dengan
transaksi harga transfer yang
akan diteliti dan dikaji sampai sejauh mana pengaruh harga transfer terhadap
perencanaan pajak bagi perusahaan multinasional.
Pembahasan
Perencanaan
Pajak pada Perusahaan Multinasional
Dalam
melakukan perencanaan pajak, perusahaan multinasional memiliki keunggulan
tertentu atas perusahaan yang murni domestik karena memiliki fleksibelitas
geografis lebih besar dalam menentukan lokasi produksi dan sistem distribusi.
Fleksibelitas ini memberikan peluang tersendiri untuk memanfaatkan perbedaan
antar yurisdiksi pajak nasional sehingga dapat menurunkan beban pajak
perusahaan secara keseluruhan. Pergeseran beban dan pendapatan melalui
ikatan-ikatan dalam perusahaan juga memberikan peluang tambahan bagi perusahaan
multinasional untuk meminimalkan pajak global yang dibayarkan. Sebagai respons
atas hal ini, pemerintahan nasional senantiasa merancangkan aturan hukum untuk
meminimalkan kesempatan melakukan arbitrase yang melibatkan beberapa yurisdiksi
pajak nasional yang berbeda. Pengamatan atas masalah perencanaan pajak ini
dimulai dengan dua hal dasar : 1. Pertimbangan pajak seharusnya tidak pernah
mengendalikan strategi usaha; 2. Perubahan hukum pajak secara konstan membatasi
manfaat perencanaan pajak dalam jangka panjang. Dalam penelitian Permatasari
(2004) menjelaskan bahwa perencanaan pajak untuk suatu operasi yang bersifat
multinasional merupakan pekerjaan yang kompleks, tetapi di lain pihak
mengandung aspek yang vital bagi bisnis internasional. Pajak berdampak terhadap
keputusan penanaman modal di luar 9 negeri, struktur keuangan, ketetapan
besarnya biaya modal, manajemen valuta asing, manajemen modal kerja dan
pengendalian keuangan. Dalam rangka mengevaluasi kebijakan perdagangan dan
efektivitas lalu lintas modal internasional, adalah kurang efisien apabila
hanya difokuskan secara sempit pada tarif, kuota dan subsidi-subsidi non-pajak
saja, sebab faktor pajak pun tidak sedikit perannya dalam evaluasi kebijakan
dimaksud. Kebijakan perpajakan kadang-kadang sangat berperan dalam pengambilan
keputusan mengenai penanaman dan pembiayaan perusahaan yang akan melakukan
investasi di luar negeri. Sedangkan perusahaan multinasional untuk
operasionalnya di luar negeri, kadang-kadang harus mendirikan beberapa negara
yang tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan nasional.
Sebagian besar transaksi yang terjadi antar anggota grup perusahaan
multinasional tersebut dapat dikategorikan dalam beberapa transaksi, seperti
penjualan barang dan jasa, lisensi, paten, penjamin utang dan seterusnya.
Hargaharga yang dibebankan pada transaksi tersebut, tidaklah perlu sama dengan
harga yang berlaku di pasaran bebas. Oleh karena perusahaan multinasional
memiliki posisi yang menentukan dalam hal prinsip apa yang akan digunakannya
yang tentunya menguntungkan bagi grupnya, maka dapat saja perusahaan
multinasional tersebut menggunakan harga yang menyimpang dari harga yang
berlaku umum. Penyimpangan harga dimaksud adalah penyimpangan dari harga yang
disebut sebagai “arm’s length price” yang lazimnya berlaku dan disetujui oleh
kedua belah pihak yang melakukan transaksi terhadap barang yang sama dan dalam
kondisi yang sama pula, apabila perusahaan tersebut tidak mempunyai hubungan
istimewa. 10 Perusahaan multinasional tersebut dapat saja menggunakan transfer
pricing yang lebih rendah dari arm’s length price untuk tujuan mengefisienkan
beban pajaknya atau menggunakan harga yang lebih tinggi dari arm’s length price
untuk tujuan tertentu. Apabila terjadi transaksi yang menyimpang dari arm’s
length price, apakah harga lebih tinggi atau rendah, hal ini dianggap sebagai
usaha untuk menggeser laba perusahaan dari satu grup ke grup lainnya dan hal
ini berarti pula bahwa pajak yang terutang di kedua grup yang terlibat tersebut
akan mengalami perubahan. Dilihat dari segi kepentingan perusahaan
multinasional, dalam rangka mengorganisir transaksi antar unit dalam grupnya,
memang masalah transfer pricing merupakan masalah yang harus
dipertimbangkannya, dengan catatan bahwa penyesuaian harga sebenarnya dengan
harga pasaran bebas dalam rangka menentukan penghasilan kena pajak yang wajar
tidak perlu memperhatikan kewajiban-kewajiban berdasarkan perjanjian yang ada
yang harus dipenuhi oleh negara yang bersangkutan untuk memenuhi harga-harga
atau maksud-maksud tertentu dari negara yang bersangkutan untuk memperkecil
jumlah pajak yang terutang. Banyak permasalahan yang sering dihadapi oleh
perusahaan multinasional dalam perencanaan perpajakannya yang berbeda dengan
yurisdiksi pajaknya. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
perusahaan multinasional memecah-mecah penghasilan dan biaya yang dialokasikan
di berbagai yurisdiksi untuk menghindari adanya pajak berganda, melalui
perjanjian penghindaran pajak berganda. Penghindaran pajak berganda dapat
dihindari dengan: 1) penghasilan 11 yang dikenakan sebaiknya hanya satu negara
saja; 2) perhitungan untuk kredit pajak dapat dilakukan dengan pajak yang
terutang. Pajak berganda dapat dikurangi dengan banyak berbagai cara melalui
kredit pajak (tax credit), perjanjian perpajakan (tax treaties), surga pajak
(tax havens), pengecualian pajak (tax exemption) dan prinsip penangguhan (the
deferral principle). Dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Kredit Pajak, wajib
pajak yang dapat mengurangi jumlah pajak terutangnya yang di luar negeri dari
jumlah pajak yang berdasarkan penghitungan peraturan pajak domestik.
Pengurangan yang sifatnya langsung dari jumlah pajak terutang, sehingga
mengurangi pajak berganda; (2) Perjanjian Perpajakan, mengatur tentang
penghasilan dari antar negara yang dikenakan pajak atau tidak dikenakan pajak
oleh otoritas negara dari pengahsilan yang diperoleh atau tidak diperoleh; (3)
Surga Pajak, suatu negara yang penghasilannya rendah atau tidak ada pengenaan
pajak atas penghasilan yang diperoleh. Kebanyakan perusahaan multinasional yang
mempunyai investasi atau transfer pengahasilan yang rendah menggunakan negara
tax havens untuk menggeser penghasilannya dari negara yang tarif pajaknya
tinggi ke negara tax havens melalui transfer pricing; (4) Pengecualian Pajak, perusahaan
tertentu yang tidak perlu membayar pajak penghasilan dari penghasilan yang
diperolehnya; (5) Prinsip Penangguhan, penundaan pajak penghasilan bagi
perusahaan induk yang mempunyai penghasilan di luar negeri, sampai perusahaan
induk tersebut diterima. Permasalah yang perlu diantisipasi bukan hanya pajak
berganda, tetapi juga pajak internasional yang perlu diperhatikan karena
berdampak pada keputusan manajemen, dimana investasi yang dilakukan, produk
yang dipasarkan, 12 bentuk usaha yang baik untuk komersial dan fiskal, lintas
valas yang ketat atau pengembalian hasil keuntungan setelah pajak, cara
pembiayaannya, termasuk masalah tentang transfer pricing.
Transfer
Pricing pada Perusahaan Multinasional
Ada
dua tujuan transfer pricing yang ingin dicapai oleh perusahaan multinasional
yaitu (Yenni, 2000) : (1) Performance Evaluation salah satu alat yang dipakai
oleh banyak perusahaan dalam menilai kinerjanya adalah menghitung berapa
tingkat ROI-nya atau Return On Investment. Terkadang tingkat ROI untuk satu
devisi dengan devisi lainnya dalam satu perusahaan yang sama berbeda satu
dengan yang lain. Misalnya divisi penjual menginginkan harga transfer yang
lebih tinggi yang akan meningkatkan income, yang secara otomatis akan
meningkatkan ROI-nya, di sisi lain, divisi pembeli menuntut harga transfer yang
rendah yang nantinya akan berakibat pada peningkatan income, yang berarti juga
meningkatkan ROI. Hal ini yang membuat harga transfer berada di posisi yang
terjepit. Oleh karena itu induk perusahaan sangat berperan dalam penentuan
harga transfer; (2) Optimal Determination of Taxes Tarif pajak antar satu
negara dengan negara yang lain berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh
lingkungan ekonomi, sosial, politik dan budaya yang berlaku dalam negara
tersebut. Apabila di sebuah negara mengalami tingkat investasi rendah, maka
tarif pajak berlaku di negara tersebut juga rendah. Tetapi jika sebuah negara
mengalami tingkat investasi yang tinggi, yang dibuktikan dengan tingkat
pertumbuhan badan usaha yang semakin meningkat. Dasar inilah tarif pajak yang
ditetapkan di negara yang bersangkutan tinggi. 13 Suatu survey yang dilakukan
oleh Ernest & Young LLp (2008), menemukan bahwa masalah Transfer pricing
merupakan masalah utama dalam bidang perpajakan selama kurun waktu 2 tahun terakhir
yang terjadi pada perusahaan multinasional di seluruh dunia. Oleh karena itu
banyak kantor akuntan publik melakukan audit compliance, untuk melakukan
pemeriksaan atas masalah transfer pricing yang berpengaruh terhadap jumlah
pajak yang harus dibayarkan.
Ketentuan
Peraturan Perpajakan Tentang Transfer Pricing
Menurut
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 7 Tahun 2010, pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa adalah bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan pihak lain, atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain
dalam mengambil keputusan. Transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa adalah suatu pengalihan sumber daya, atau kewajiban antara pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga
diperhitungkan. Direktorat Jenderal Pajak menentukan wewenang dalam penentuan
besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya jumlah Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa sesuai dengan kewajaran usaha yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa. Dari pasal tersebut yang dimaksud dengan
hubungan istimewa adalah sesuai dengan pasal 8 ayat (4) UU Pajak Penghasilan
yaitu hubungan istimewa yang timbul karena adanya tiga hal, yaitu: (1)
Penyertaan modal langsung atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada Wajib
Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan 25% atau lebih
pada dua Wajib Pajak atau 14 lebih yang disebut terakhir; atau (2) Penguasaan
Wajib Pajak kepada Wajib Pajak lainnya, atau dua atau lebih Wajib Pajak berada
di bawah penguasaan secara langsung atau tidak langsung; atau (3) Adanya
hubungan sedarah ataupun dalam garis lurus satu derajat. Terjadinya pengalihan
penghasilan atau biaya pengenaan pajak dari satu Wajib Pajak dengan Wajib Pajak
lainnya, sehingga terjadinya tekanan jumlah keseluruhan pajak terutang dapat
direkayasa, hal ini terjadi karena adanya hubungan istimewa antara Wajib Pajak
dengan Wajib Pajak lainnya. Kekurangwajaran timbul karena adanya transfer
pricing dapat terjadi antara Wajib Pajak dalam negeri atau Wajib Pajak dalam
negeri dengan pihak luar negeri, khususnya yang berada dalam negara yang tidak
memungut pajak (tax havens).(Yenni,2000). Kekurangwajaran yang terjadi dalam
dalam kaitannya dengan Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa, tercantum
dalam SE- 04/PJ.7/1993 yaitu: (1) Hal penjualan dan pembelian; (2) Hal alokasi
biaya administrasi dan umu (overhead cost); (3) Hal pembebanan bunga atas
pinjaman dari investor; (3) Hal pembayaran komisi, lisensi, royalti, sewa,
franchise, imbalan jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya; (4) Hal pembelian
harta perusahaan dari investor atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang
harga pasarnya lebih tinggi; (5) Hal penjualan yang melalui pihak ketiga kepada
pihak luar negeri yang kurang atau tidak mempunyai substansi usaha. Jika
terjadi kasus kekurangwajaran seperti diatas, Undang-undang perpajakan kita
menganut asas material, maksudnya adalah menggunakan dasar keadaan substansi
untuk melihat kewajaran atau tidak wajarnya suatu transaksi (Gusnardi,2009). 15
Ada beberapa contoh kasus yang menyebabkan timbulnya kekurangwajaran yang
timbul akibat dari praktek transfer pricing, yaitu: (1) Kekurangwajaran Harga
Penjualan; (2) Kekurangwajaran Harga Pembelian; (3) Kekurangwajaran alokasi
biaya administrasi dan umum (overhead cost); (4) Kekurangwajaran pembebanan
bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham; (5) Kekurangwajaran
pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa
manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan jasa lainnya; (6) Pembelian
harta perusahaan oleh pemegang saham atau oleh pihak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar; (7) Penjualan kepada
pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang tidak mempunyai substansi usaha
(letter box company). Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak dalam
penentuan harga yang tidak wajar (non arm’s length price) yaitu dengan menerapkan
ketentuan yang dasarnya memberikan tanggung jawab dan wewenang aparat pajak
untuk melakukan koreksi terhadap transaksi yang tidak wajar dengan pihak lain
yang mempunyai hubungan istimewa. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1),
(2), dan (3) Undang-Undang Perpajakan Tahun 1994, yaitu: (1) Menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang
dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan
undang-undang ini; (2) Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya
deviden oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di
luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan
ketentuan sebagai berikut: (a) Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam
negeri tersebut sekurang- 16 kurangnya 50% dari jumlah saham yang disetor; atau
(b) Besarnya bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki
penyertaan modal sebesar 50% atau lebih dari jumlah saham yang disetor; (3)
Dalam pasal ini berbunyi Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidka berpengaruh oleh hubungan istimewa.
Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda dalam Transfer Pricing
Kredit
pajak luar negeri dapat melindungi sumber pajak luar negeri dari pengenaan
pajak berganda, perjanjian pajak dapat melakukan lebih dari itu. Para
penandatangan perjanjian itu umumnya menyetujui bagaimana pajak dan insensif
pajak akan dikenakan, dihormati, dibagi, atau yang lain dihapuskan terhadap
pendapatan usaha yang dihasilkan oleh warga negara dari negara lain di satu
wilayah yurisdiksi pajak. Dengan demikian, kebanyakan perjanjian pajak antara
negara asal dan negara tuan rumah memungkinkan laba yang dihasilkan oleh
perusahaan domestik di negara tuan rumah akan terkena pajak negara asal jika
perusahaan itu tetap berdiri permanen di sana. Perjanjian pajak juga
memperngaruhi pungutan pajak atas deviden, bunga, royalti yang dibayarkan oleh
perusahaan di suatu negara kepada pemegang saham asing. Perjanjian ini biasanya
memberikan pengurangan timbal balik atas pungutan pajak deviden dan sering kali
mengecualikan royalti dan bunga dari pungutan pajak. Masalah transfer pricing
dalam perjanjian pajak berganda bertolak dari Pasal 9 UN Model yang mengatur
tentang perusahaan-perusahaan yang 17 mempunyai hubungan istimewa, yaitu antara
induk perusahaan yang berdomisili di salah satu negara dengan anak cabang
perusahaan yang berdomisili di negara lain. Ayat 1 Pasal 9 UN Model tersebut,
menyebutkan tentang pemberian wewenang kepada salah satu negara yang melakukan
verifikasi atas transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa, seperti
antara induk perusahaan dengan anak cabang perusahaannya, sepanjang tidak
menunjukkan harga wajar (arm’s length price) menurut pasar atau dengan kata
lain, verifikasi tidak akan dilakukan, apabila transaksi tersebut sudah
didasarkan kepada harga wajar. Selanjutnya Ayat 2 diatur pula bahwa jika
terjadi transaksi antara dua pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan
transaksi tersebut tidak menggunakan harga arm’s length price, salah satu
negara pihak pada Persetujuan dapat melakukan penyesuaian yang seharusnya juga
diikuti oleh negara pihak lainnya. Apabila penyesuaian tidak diikuti negara
pihak lainnya (correlative adjustment), maka akan terjadi pengenaan pajak
berganda terhadap penghasilan yang sama oleh orang atau negara yang berbeda.
Pergeseran laba antar unit atau perusahaan dalam grup yang sama tidak dapat
dijamin oleh adanya correlative adjustment, karena hal ini dapat dilakukan
dengan cara lain, yaitu dengan pembayaran deviden atau royalti dan perlu
diketahui bahwa Ayat 2 tidak dapat mencegah suatu negara melakukan correlative
adjustment sepanjang Undang-Undang Nasional. Dari sudut pandang perusahaan
multinasional, transfer pricing merupakan alat yang sering digunakan untuk memobilisasi
laba rugi terutama bagi kepentingan perusahaannya, sedangkan bagi pihak aparat
perpajakan selalu 18 menginginkan agar transaksi yang terjadi antar unit atau
perusahaan dalam satu grup, pastinya menggunakan harga arm’s length price yang
prinsipnya sesuai dengan OECD (Santoso,2004). Sebab akan menjadi dasar
pertimbangan untuk memilih metode tersebut karena prinsip tersebut menepatkan
perusahaan dari satu grup dalam kondisi yang sama dengan perusahaan yang
independen sehingga faktor yang menguntungkan ataupun yang merugikan dapat
dihilangkan.
Kesimpulan
Dalam
praktek transfer pricing dalam perusahaan multinasional ini merupakan cara yang
bertujuan untuk menekan beban pajak yang nantinya perusahaan dapat mengehemat
pajak secara global dengan merelokasikan penghasilan global yang low tax
countries dan menggeser beban dalam jumlah yang besar ke dalam big tax
countries. Pengaruh transfer pricing juga harus diperhatikan dari sisi
Undang-undang Perpajakan agar dalam menentukan harga transfer tidak menambah
beban pajak yang seharusnya tidak terjadi atau seharusnya diminimalkan.
Terdapat tiga metode yang sering digunakan sebagai dasar penetapan transfer
pricing, yaitu: (a) Penentuan harga transfer atas dasar biaya (Cost
BasedTransfer pricing); (b) Penentuan harga transfer atas dasar harga pasar
(Market Based-Transfer pricing); (c) Negosiasi (Negotiated Transfer pricing)
Berkenaan dengan arm’s length price Wajib Pajak dengan otoritas pajak harus
melakukan penyesuaian harga transfer, dalam menyesuaikannya dapat dilakukan transfer
pricing negosiasi yang diatur dalam peraturan perundangundangan perpajakan yang
sering dikenal dengan kesepakatan transfer pricing. 19 Transfer pricing
dilakukan berdasarkan harga pasar yang tidak memiliki implikasi perpajakan,
apabila tidak menggunakan harga pasar maka umumnya akan terjadi pemindahan
penghasilan. Dengan adanya pemindahan penghasilan tersebut maka pajak yang
dibayar secara keselurahan akan lebih rendah. Sehingga, total laba pajak secara
keseluruhan akan lebih besar dibanding kalau perusahaan tidak menggunakan
transfer pricing.