Kamis, 16 Juni 2016

Meta Analisis ( HT 2006-2008)


PENGARUH TRANSFER PRICING TERHADAP PERENCANAAN PAJAK BAGI PERUSAHAAN MULTINASIONAL

Latar belakang
Perencanaan pajak merupakan sarana yang memungkinkan untuk melaksanakan pembayaran pajak agar tidak terjadi kelebihan dalam pembayaran pajak. Perencanaan pajak bukan berarti sebagai cara untuk menghindari pajak, karena dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak juga membabahas tentang perencanaan pajak. Manajemen pajak dapat diartikan sebagai cara bagi perusahaan dalam mengelola kewajiban pemenuhan pajak yang akan dilakukan dengan baik dan benar agar mendapatkan laba yang diharapkan dengan menekan jumlah pajak serendah mungkin tanpa unsur pelanggaran yang berakibat adanya sanksi. Dengan demikian tujuan manajemen pajak adalah melakukan usaha efisien pajak untuk mencapai laba yang rasional dan melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan benar. Perencanaan pajak untuk suatu operasi yang sifatnya Multinasional merupakan pekerjaan yang kompleks, namun bagi pihak lain mengandung aspek 2 yang vital bagi bisnis Internasional. Pajak sangat berdampak terhadap keputusan penanaman modal di Luar Negeri, struktur keuangan, ketetapan besarnya biaya modal, manajemen valuta asing, manajemen modal kerja dan pengendalian keuangan. Diberlakukannya suatu ketentuan Perundang-undangan Perpajakan tentang peraturan transaksi Internasional adalah sebab dari hubungan perdagangan Internasional yang semakin luas dan ekstensif. Dengan adanya peningkatan beberapa tarif pajak di beberapa negara, terdapat pula peningkatan cara untuk menghindari pajak Internasional, yang mana adanya beberapa daerah di dunia yang disebut dengan surga persinggahan pajak yang menampung dana internasional. Selain itu karena perusahaan Multinasional memiliki posisi dalam hal prinsip yaitu apa yang digunakannya pasti akan menguntungkan bagi kelompoknya, sehingga perusahaan Multinasional menggunakan harga yang menyimpang dari harga yang berlaku umum. Maka perusahaan Multinasional dapat menggunakan transfer pricing yang rendah dari aim’s length price, yang tujuannya mengefisienkan beban pajak atau dengan cara menggunakan harga yang tinggi dari aim’s length price untuk tujuan tertentu. Transfer pricing merupakan isu pada bidang perpajakan, khususnya bagi korporasi multinasional yang melakukan transaksi internasional. Dari sisi pemerintahan, transfer pricing dapat mengakibatkan potensi penerimaan pajak suatu negara akan berkurang karena perusahaan multinasional menggeser kewajiban perpajakannya dari negara yang tarifnya lebih tinggi yang nantinya menuju negara yang bertarif pajak rendah. Perusahaan juga berupaya meminimalisasi biaya termasuk meminimalisasi pembayaran pajak perusahaan 3 jika dilihat dari sisi bisnis. Transfer pricing dipercaya menjadi salah satu strategi yang efektif untuk memenangkan persaingan dalam memperebutkan sumber daya yang terbatas, bagi perusahaan multinasional yang berskala global.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga transfer (transfer pricing) terhadap perencanaan pajak bagi perusahaan multinasional.

Objek penelitian
Objek penelitian ini yang berkaitan dengan transaksi harga transfer yang akan diteliti dan dikaji sampai sejauh mana pengaruh harga transfer terhadap perencanaan pajak bagi perusahaan multinasional.

Pembahasan
Perencanaan Pajak pada Perusahaan Multinasional

Dalam melakukan perencanaan pajak, perusahaan multinasional memiliki keunggulan tertentu atas perusahaan yang murni domestik karena memiliki fleksibelitas geografis lebih besar dalam menentukan lokasi produksi dan sistem distribusi. Fleksibelitas ini memberikan peluang tersendiri untuk memanfaatkan perbedaan antar yurisdiksi pajak nasional sehingga dapat menurunkan beban pajak perusahaan secara keseluruhan. Pergeseran beban dan pendapatan melalui ikatan-ikatan dalam perusahaan juga memberikan peluang tambahan bagi perusahaan multinasional untuk meminimalkan pajak global yang dibayarkan. Sebagai respons atas hal ini, pemerintahan nasional senantiasa merancangkan aturan hukum untuk meminimalkan kesempatan melakukan arbitrase yang melibatkan beberapa yurisdiksi pajak nasional yang berbeda. Pengamatan atas masalah perencanaan pajak ini dimulai dengan dua hal dasar : 1. Pertimbangan pajak seharusnya tidak pernah mengendalikan strategi usaha; 2. Perubahan hukum pajak secara konstan membatasi manfaat perencanaan pajak dalam jangka panjang. Dalam penelitian Permatasari (2004) menjelaskan bahwa perencanaan pajak untuk suatu operasi yang bersifat multinasional merupakan pekerjaan yang kompleks, tetapi di lain pihak mengandung aspek yang vital bagi bisnis internasional. Pajak berdampak terhadap keputusan penanaman modal di luar 9 negeri, struktur keuangan, ketetapan besarnya biaya modal, manajemen valuta asing, manajemen modal kerja dan pengendalian keuangan. Dalam rangka mengevaluasi kebijakan perdagangan dan efektivitas lalu lintas modal internasional, adalah kurang efisien apabila hanya difokuskan secara sempit pada tarif, kuota dan subsidi-subsidi non-pajak saja, sebab faktor pajak pun tidak sedikit perannya dalam evaluasi kebijakan dimaksud. Kebijakan perpajakan kadang-kadang sangat berperan dalam pengambilan keputusan mengenai penanaman dan pembiayaan perusahaan yang akan melakukan investasi di luar negeri. Sedangkan perusahaan multinasional untuk operasionalnya di luar negeri, kadang-kadang harus mendirikan beberapa negara yang tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan nasional. Sebagian besar transaksi yang terjadi antar anggota grup perusahaan multinasional tersebut dapat dikategorikan dalam beberapa transaksi, seperti penjualan barang dan jasa, lisensi, paten, penjamin utang dan seterusnya. Hargaharga yang dibebankan pada transaksi tersebut, tidaklah perlu sama dengan harga yang berlaku di pasaran bebas. Oleh karena perusahaan multinasional memiliki posisi yang menentukan dalam hal prinsip apa yang akan digunakannya yang tentunya menguntungkan bagi grupnya, maka dapat saja perusahaan multinasional tersebut menggunakan harga yang menyimpang dari harga yang berlaku umum. Penyimpangan harga dimaksud adalah penyimpangan dari harga yang disebut sebagai “arm’s length price” yang lazimnya berlaku dan disetujui oleh kedua belah pihak yang melakukan transaksi terhadap barang yang sama dan dalam kondisi yang sama pula, apabila perusahaan tersebut tidak mempunyai hubungan istimewa. 10 Perusahaan multinasional tersebut dapat saja menggunakan transfer pricing yang lebih rendah dari arm’s length price untuk tujuan mengefisienkan beban pajaknya atau menggunakan harga yang lebih tinggi dari arm’s length price untuk tujuan tertentu. Apabila terjadi transaksi yang menyimpang dari arm’s length price, apakah harga lebih tinggi atau rendah, hal ini dianggap sebagai usaha untuk menggeser laba perusahaan dari satu grup ke grup lainnya dan hal ini berarti pula bahwa pajak yang terutang di kedua grup yang terlibat tersebut akan mengalami perubahan. Dilihat dari segi kepentingan perusahaan multinasional, dalam rangka mengorganisir transaksi antar unit dalam grupnya, memang masalah transfer pricing merupakan masalah yang harus dipertimbangkannya, dengan catatan bahwa penyesuaian harga sebenarnya dengan harga pasaran bebas dalam rangka menentukan penghasilan kena pajak yang wajar tidak perlu memperhatikan kewajiban-kewajiban berdasarkan perjanjian yang ada yang harus dipenuhi oleh negara yang bersangkutan untuk memenuhi harga-harga atau maksud-maksud tertentu dari negara yang bersangkutan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Banyak permasalahan yang sering dihadapi oleh perusahaan multinasional dalam perencanaan perpajakannya yang berbeda dengan yurisdiksi pajaknya. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah perusahaan multinasional memecah-mecah penghasilan dan biaya yang dialokasikan di berbagai yurisdiksi untuk menghindari adanya pajak berganda, melalui perjanjian penghindaran pajak berganda. Penghindaran pajak berganda dapat dihindari dengan: 1) penghasilan 11 yang dikenakan sebaiknya hanya satu negara saja; 2) perhitungan untuk kredit pajak dapat dilakukan dengan pajak yang terutang. Pajak berganda dapat dikurangi dengan banyak berbagai cara melalui kredit pajak (tax credit), perjanjian perpajakan (tax treaties), surga pajak (tax havens), pengecualian pajak (tax exemption) dan prinsip penangguhan (the deferral principle). Dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Kredit Pajak, wajib pajak yang dapat mengurangi jumlah pajak terutangnya yang di luar negeri dari jumlah pajak yang berdasarkan penghitungan peraturan pajak domestik. Pengurangan yang sifatnya langsung dari jumlah pajak terutang, sehingga mengurangi pajak berganda; (2) Perjanjian Perpajakan, mengatur tentang penghasilan dari antar negara yang dikenakan pajak atau tidak dikenakan pajak oleh otoritas negara dari pengahsilan yang diperoleh atau tidak diperoleh; (3) Surga Pajak, suatu negara yang penghasilannya rendah atau tidak ada pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh. Kebanyakan perusahaan multinasional yang mempunyai investasi atau transfer pengahasilan yang rendah menggunakan negara tax havens untuk menggeser penghasilannya dari negara yang tarif pajaknya tinggi ke negara tax havens melalui transfer pricing; (4) Pengecualian Pajak, perusahaan tertentu yang tidak perlu membayar pajak penghasilan dari penghasilan yang diperolehnya; (5) Prinsip Penangguhan, penundaan pajak penghasilan bagi perusahaan induk yang mempunyai penghasilan di luar negeri, sampai perusahaan induk tersebut diterima. Permasalah yang perlu diantisipasi bukan hanya pajak berganda, tetapi juga pajak internasional yang perlu diperhatikan karena berdampak pada keputusan manajemen, dimana investasi yang dilakukan, produk yang dipasarkan, 12 bentuk usaha yang baik untuk komersial dan fiskal, lintas valas yang ketat atau pengembalian hasil keuntungan setelah pajak, cara pembiayaannya, termasuk masalah tentang transfer pricing.


Transfer Pricing pada Perusahaan Multinasional

Ada dua tujuan transfer pricing yang ingin dicapai oleh perusahaan multinasional yaitu (Yenni, 2000) : (1) Performance Evaluation salah satu alat yang dipakai oleh banyak perusahaan dalam menilai kinerjanya adalah menghitung berapa tingkat ROI-nya atau Return On Investment. Terkadang tingkat ROI untuk satu devisi dengan devisi lainnya dalam satu perusahaan yang sama berbeda satu dengan yang lain. Misalnya divisi penjual menginginkan harga transfer yang lebih tinggi yang akan meningkatkan income, yang secara otomatis akan meningkatkan ROI-nya, di sisi lain, divisi pembeli menuntut harga transfer yang rendah yang nantinya akan berakibat pada peningkatan income, yang berarti juga meningkatkan ROI. Hal ini yang membuat harga transfer berada di posisi yang terjepit. Oleh karena itu induk perusahaan sangat berperan dalam penentuan harga transfer; (2) Optimal Determination of Taxes Tarif pajak antar satu negara dengan negara yang lain berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh lingkungan ekonomi, sosial, politik dan budaya yang berlaku dalam negara tersebut. Apabila di sebuah negara mengalami tingkat investasi rendah, maka tarif pajak berlaku di negara tersebut juga rendah. Tetapi jika sebuah negara mengalami tingkat investasi yang tinggi, yang dibuktikan dengan tingkat pertumbuhan badan usaha yang semakin meningkat. Dasar inilah tarif pajak yang ditetapkan di negara yang bersangkutan tinggi. 13 Suatu survey yang dilakukan oleh Ernest & Young LLp (2008), menemukan bahwa masalah Transfer pricing merupakan masalah utama dalam bidang perpajakan selama kurun waktu 2 tahun terakhir yang terjadi pada perusahaan multinasional di seluruh dunia. Oleh karena itu banyak kantor akuntan publik melakukan audit compliance, untuk melakukan pemeriksaan atas masalah transfer pricing yang berpengaruh terhadap jumlah pajak yang harus dibayarkan.


Ketentuan Peraturan Perpajakan Tentang Transfer Pricing

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 7 Tahun 2010, pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain, atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan. Transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah suatu pengalihan sumber daya, atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan. Direktorat Jenderal Pajak menentukan wewenang dalam penentuan besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya jumlah Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa sesuai dengan kewajaran usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Dari pasal tersebut yang dimaksud dengan hubungan istimewa adalah sesuai dengan pasal 8 ayat (4) UU Pajak Penghasilan yaitu hubungan istimewa yang timbul karena adanya tiga hal, yaitu: (1) Penyertaan modal langsung atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan 25% atau lebih pada dua Wajib Pajak atau 14 lebih yang disebut terakhir; atau (2) Penguasaan Wajib Pajak kepada Wajib Pajak lainnya, atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan secara langsung atau tidak langsung; atau (3) Adanya hubungan sedarah ataupun dalam garis lurus satu derajat. Terjadinya pengalihan penghasilan atau biaya pengenaan pajak dari satu Wajib Pajak dengan Wajib Pajak lainnya, sehingga terjadinya tekanan jumlah keseluruhan pajak terutang dapat direkayasa, hal ini terjadi karena adanya hubungan istimewa antara Wajib Pajak dengan Wajib Pajak lainnya. Kekurangwajaran timbul karena adanya transfer pricing dapat terjadi antara Wajib Pajak dalam negeri atau Wajib Pajak dalam negeri dengan pihak luar negeri, khususnya yang berada dalam negara yang tidak memungut pajak (tax havens).(Yenni,2000). Kekurangwajaran yang terjadi dalam dalam kaitannya dengan Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa, tercantum dalam SE- 04/PJ.7/1993 yaitu: (1) Hal penjualan dan pembelian; (2) Hal alokasi biaya administrasi dan umu (overhead cost); (3) Hal pembebanan bunga atas pinjaman dari investor; (3) Hal pembayaran komisi, lisensi, royalti, sewa, franchise, imbalan jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya; (4) Hal pembelian harta perusahaan dari investor atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang harga pasarnya lebih tinggi; (5) Hal penjualan yang melalui pihak ketiga kepada pihak luar negeri yang kurang atau tidak mempunyai substansi usaha. Jika terjadi kasus kekurangwajaran seperti diatas, Undang-undang perpajakan kita menganut asas material, maksudnya adalah menggunakan dasar keadaan substansi untuk melihat kewajaran atau tidak wajarnya suatu transaksi (Gusnardi,2009). 15 Ada beberapa contoh kasus yang menyebabkan timbulnya kekurangwajaran yang timbul akibat dari praktek transfer pricing, yaitu: (1) Kekurangwajaran Harga Penjualan; (2) Kekurangwajaran Harga Pembelian; (3) Kekurangwajaran alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost); (4) Kekurangwajaran pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham; (5) Kekurangwajaran pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan jasa lainnya; (6) Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham atau oleh pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar; (7) Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang tidak mempunyai substansi usaha (letter box company). Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak dalam penentuan harga yang tidak wajar (non arm’s length price) yaitu dengan menerapkan ketentuan yang dasarnya memberikan tanggung jawab dan wewenang aparat pajak untuk melakukan koreksi terhadap transaksi yang tidak wajar dengan pihak lain yang mempunyai hubungan istimewa. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Perpajakan Tahun 1994, yaitu: (1) Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan undang-undang ini; (2) Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya deviden oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut sekurang- 16 kurangnya 50% dari jumlah saham yang disetor; atau (b) Besarnya bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal sebesar 50% atau lebih dari jumlah saham yang disetor; (3) Dalam pasal ini berbunyi Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidka berpengaruh oleh hubungan istimewa.


Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dalam Transfer Pricing

Kredit pajak luar negeri dapat melindungi sumber pajak luar negeri dari pengenaan pajak berganda, perjanjian pajak dapat melakukan lebih dari itu. Para penandatangan perjanjian itu umumnya menyetujui bagaimana pajak dan insensif pajak akan dikenakan, dihormati, dibagi, atau yang lain dihapuskan terhadap pendapatan usaha yang dihasilkan oleh warga negara dari negara lain di satu wilayah yurisdiksi pajak. Dengan demikian, kebanyakan perjanjian pajak antara negara asal dan negara tuan rumah memungkinkan laba yang dihasilkan oleh perusahaan domestik di negara tuan rumah akan terkena pajak negara asal jika perusahaan itu tetap berdiri permanen di sana. Perjanjian pajak juga memperngaruhi pungutan pajak atas deviden, bunga, royalti yang dibayarkan oleh perusahaan di suatu negara kepada pemegang saham asing. Perjanjian ini biasanya memberikan pengurangan timbal balik atas pungutan pajak deviden dan sering kali mengecualikan royalti dan bunga dari pungutan pajak. Masalah transfer pricing dalam perjanjian pajak berganda bertolak dari Pasal 9 UN Model yang mengatur tentang perusahaan-perusahaan yang 17 mempunyai hubungan istimewa, yaitu antara induk perusahaan yang berdomisili di salah satu negara dengan anak cabang perusahaan yang berdomisili di negara lain. Ayat 1 Pasal 9 UN Model tersebut, menyebutkan tentang pemberian wewenang kepada salah satu negara yang melakukan verifikasi atas transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa, seperti antara induk perusahaan dengan anak cabang perusahaannya, sepanjang tidak menunjukkan harga wajar (arm’s length price) menurut pasar atau dengan kata lain, verifikasi tidak akan dilakukan, apabila transaksi tersebut sudah didasarkan kepada harga wajar. Selanjutnya Ayat 2 diatur pula bahwa jika terjadi transaksi antara dua pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan transaksi tersebut tidak menggunakan harga arm’s length price, salah satu negara pihak pada Persetujuan dapat melakukan penyesuaian yang seharusnya juga diikuti oleh negara pihak lainnya. Apabila penyesuaian tidak diikuti negara pihak lainnya (correlative adjustment), maka akan terjadi pengenaan pajak berganda terhadap penghasilan yang sama oleh orang atau negara yang berbeda. Pergeseran laba antar unit atau perusahaan dalam grup yang sama tidak dapat dijamin oleh adanya correlative adjustment, karena hal ini dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan pembayaran deviden atau royalti dan perlu diketahui bahwa Ayat 2 tidak dapat mencegah suatu negara melakukan correlative adjustment sepanjang Undang-Undang Nasional. Dari sudut pandang perusahaan multinasional, transfer pricing merupakan alat yang sering digunakan untuk memobilisasi laba rugi terutama bagi kepentingan perusahaannya, sedangkan bagi pihak aparat perpajakan selalu 18 menginginkan agar transaksi yang terjadi antar unit atau perusahaan dalam satu grup, pastinya menggunakan harga arm’s length price yang prinsipnya sesuai dengan OECD (Santoso,2004). Sebab akan menjadi dasar pertimbangan untuk memilih metode tersebut karena prinsip tersebut menepatkan perusahaan dari satu grup dalam kondisi yang sama dengan perusahaan yang independen sehingga faktor yang menguntungkan ataupun yang merugikan dapat dihilangkan.

Kesimpulan
Dalam praktek transfer pricing dalam perusahaan multinasional ini merupakan cara yang bertujuan untuk menekan beban pajak yang nantinya perusahaan dapat mengehemat pajak secara global dengan merelokasikan penghasilan global yang low tax countries dan menggeser beban dalam jumlah yang besar ke dalam big tax countries. Pengaruh transfer pricing juga harus diperhatikan dari sisi Undang-undang Perpajakan agar dalam menentukan harga transfer tidak menambah beban pajak yang seharusnya tidak terjadi atau seharusnya diminimalkan. Terdapat tiga metode yang sering digunakan sebagai dasar penetapan transfer pricing, yaitu: (a) Penentuan harga transfer atas dasar biaya (Cost BasedTransfer pricing); (b) Penentuan harga transfer atas dasar harga pasar (Market Based-Transfer pricing); (c) Negosiasi (Negotiated Transfer pricing) Berkenaan dengan arm’s length price Wajib Pajak dengan otoritas pajak harus melakukan penyesuaian harga transfer, dalam menyesuaikannya dapat dilakukan transfer pricing negosiasi yang diatur dalam peraturan perundangundangan perpajakan yang sering dikenal dengan kesepakatan transfer pricing. 19 Transfer pricing dilakukan berdasarkan harga pasar yang tidak memiliki implikasi perpajakan, apabila tidak menggunakan harga pasar maka umumnya akan terjadi pemindahan penghasilan. Dengan adanya pemindahan penghasilan tersebut maka pajak yang dibayar secara keselurahan akan lebih rendah. Sehingga, total laba pajak secara keseluruhan akan lebih besar dibanding kalau perusahaan tidak menggunakan transfer pricing.





Selasa, 26 April 2016

METODE KURS TUNGGAL dan BERGANDA

Metode translasi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis metode yang menggunakan kurs translasi tunggal untuk menyajikan ulang saldo dalam mata uang asing ke dalam nilai ekuivalen dalam mata uang domestic atau metode yang menggunakan berbagai macam kurs.

1.      Metode Kurs Tunggal (Single Rate)
Metode ini sudah lama popular di Eropa, menerapkan suatu kurs nilai tukar, yaitu kurs terkini dan kurs penutupan, untuk seluruh aktiva dan kewajiban lancer. Pendapatan dan beban dalam mata uang asing umumnya ditranslasikan dengan menggunakan kurs nilai tukar yang berlaku pada saat pos-pos tersebut diakui. Namun demikian untuk memudahkan pos-pos ini umumnya ditranslasikan dengan menggunakan rata-rata tertimbang kurs nilai tukar yang tepat untuk periode tersebut. Laporan keuangan sebuah operasi asing memiliki domisili pelaporannya sendiri, lingkungan mata uang local di mana perusahaan afiliasi asing melakukan usahanya. Suatu aktiva atau kewajiban dalam mata uang asing dikatakan menghadapi resiko mata uang asing jika ekuivalen dalam mata uang digunakan untuk mentranslasikan aktiva atau kewajiban tersebut.



Contoh : Perusahaan afiliasi MNC AS di luar negeri membeli tanah pada awal periode harga VA 1.000.000
Kurs historis : VA 1 = $1, maka harga historis : $ 1.000.000
Tanah naik harganya menjadi VA 1.500.000 & kurs turun menjadi $1 = VA 1,4 sehingga asset asing menjadi $ 714.286. berarti RUGI 285.7a14.
Pertambahan nilai pasar tanah menjadi $ 1.071.285 (VA 1.500.000 : VA 1,4)


2.      Metode Kurs Berganda (Multiple Rate)
Metode Kurs Berganda menggabungkan kurs nilai tukar histories dan kurs nilai tukar kini dalam proses translasi.

      -          Metode Kini-Nonkini
Berdasarkan Metode Kini-Non Kini, aktiva lancar dan kewajiban lancer anak perusahaan luar negeri ditranslasikan ke dalam mata uang pelaporan induk perusahaannya berdasarkan kurs kini. Aktiva dan kewajiban tidak lancer ditranslasikan berdasarkan kurs histories. Pos-pos laporan laba rugi (kecuali beban depresiasi dan amortisasi) ditranslasikan berdasarkan kurs rata-rata yang berlaku dalam setiap bulan operasi atau berdasarkan rata-rata tertimbang selama keseluruhan periode pelaporan. Beban depresiasi dan amortisasi ditranslasikan berdasarkan kurs histories yang tercatat saaat aktiva tersebut diperoleh.
Namun demikian, metode ini tidak mempertimbangkan unsur ekonomis. Menggunakan kurs akhir tahun untuk mentranslasikan aktiva lancer secara tidak langsung menunjukkan bahwa kas, piutang, dan persediaan dalam mata uang asing sama-sama menghadapi resiko nilai tukar.

      -       Metode Moneter-Nonmoneter
Metode Moneter-Non Moneter juga menggunakan skema klasifikasi neraca unutk menentukan kurs translasi yang tepat. Aktiva dan kewajiban moneter ditranslasikan berdasarkan kurs kini. Pos-pos non moneter aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan persediaan investor ditranslasikan dengan menggunakan kurs histories. Pos-pos laporan laba rugi ditranslasikan dengan menggunakan prosedur yang sama dengan yang dijelaskan untuk konsep kini-non kini.

      -      Metode Temporal
Dengan menggunakan metode temporal, tranlasi mata uang merupakan proses konversi pengukuran atau penyajian ulang nilai tertentu. Metode ini tidak mengubah atribut suatu pos yang diukur, melainkan hanya mengubah unit pengukuran. Translasi saldo-saldo dalam mata uang asing menyebabkan pengukuran ulang denominasi pos-pos tersebut tetapi bukan penilaian sesungguhnya. Berdasarkan GAAP AS, kas diukur berdasarkan jumlah yang dimiliki pada tanggal neraca. Piutang dan utang dinyatakan sebesar jumlah yang diperkirakan akan diterima atau akan dibayar pada saat jatuh temponya.

Berdasarkan metode temporal, pos-pos moneter seperti kas, piutang, dan utang ditranslasikan berdasarkan kurs kini. Pos-pos moneter ditranslasikan dengan kurs yang mempertahankan dasar pengukuran pada awalnya. Secara khusus, aktiva yang nilainya dalam laporan mata uang asing sebesar biaya histories, ditranslasikan berdasarkan kurs histories. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan biaya histories dalam mata uang asing yang ditranslasikan dengan kurs nilai tukar histories menghasilkan biaya histories dalam mata uang domestik.

Keempat metode yang dibahas pada satu waktu pernah digunakan di Amerika Serikat dan dapat ditemukan hingga hari ini di berbagai Negara. Secara umum, metode ini menimbulkan hasil translasi mata uang asing yang cukup berbeda. Ketiga metode yang pertama (metode kurs kini, metode kini-non-kini, dan metode moneter-non-moneter) digunakan dalam mengidentifikasikan aktiva dan kewajiban manakah yang beresiko atau dapat dilindungi dari resiko mata uang asing. Kemudian, metode translasi diterapkan secara konsisten dengan memperhatikan perbedaan tersebut.



Rabu, 30 Maret 2016

PERBANDINGAN AKUNTANSI DI INDONESIA DAN JEPANG

AKUNTANSI INTERNASIONAL
PERBANDINGAN SISTEM AKUNTANSI DI INDONESIA DAN JEPANG

BAB I
Latar Belakang

Standar akuntansi adalah regulasi atau aturan (termasuk pula hukum dan anggaran dasar) yang mengatur penyusunan laporan keuangan. Penetapan standar adalah proses perumusan atau formulasi standar akuntansi. Standar akuntansi merupakan hasil penetapan standar. Tetapi dalam praktiknya berbeda dari yang ditentukan oleh standar. Ada empat alasan yang menjelaskan hal tersebut, antara lain:

1. Di kebanyakan negara hukuman atas ketidak patuhan dengan ketentuan    akuntansi cenderung lemah dan tidak efektif.
2. Secara suka rela perusahaan boleh melaporkan informasi lebih banyak daripada yang diharuskan.
3. Beberapa negara memperbolehkan perusahaan untuk mengabaikan standar akuntansi jika dengan melakukannnya operasi dan posisi keuangan perusahaan akan tersajikan secara lebih baik hasilnya.
4. Di beberapa negara standar akuntansi hanya berlaku untuk laporan keuangan secara tersendiri, dan bukan untuk laporan konsolidasi.

Penetapan standar akuntansi umumnya melibatkan gabungan kelompok sektor swasta dan publik. Hubungan antara standar akuntansi dan proses akuntansi sangat rumit dan tidak selalu bergerak dalam satu arah yang sama. Di pembahasan sebelumnya kita membedakan orientasi akuntansi antara penyajian wajar versus kepatuhan hukum. Akuntansi peyajian wajar biasanya berhubungan dengan negara-negara hukum umum, sedangkan akuntansi kepatuhan hukum umumnya ditemukan di negara-negara hukum kode. Perbedaan ini terlihat dalam proses penetapan standar, di mana sector swasta lebih berpengaruh di negara-negara hukum dengan penyajian wajar, sedangkan sektor publik lebih berpengaruh di negara hukum kode dengan kepatuhan hukum.

BAB II
SEJARAH

2.1       Sejarah Sistem Akuntansi Indonesia

Akuntansi mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1642. Akan tetapi bukii yang jelas terdapat pada pembukuan Amphioen Societeit yang berdiri di Jakarta sejak 1747. Selanjutnya akuntansi di Indonesia berkembang setelah UU Tanam Paksa dihapuskan pada tahun 1870. Hal ini mengakibatkan munculnya para pengusaha swasta Belanda yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini (Diga dan Yunus 1997).
Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915 (Soermarso 1995). Akuntan publik yang pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor  di Indonesia pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst(Soemarso 1995).
Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929 (Soemarso 1995).
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soermarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).

2.2       Sejarah Sistem Akuntansi di Jepang

Akuntansi dan pelaporan keuangan di Jepang mencerminkan gabungan berbagai pengaruh domestic dan internasional. Dua badan pemerintah yang terpisah bertanggung jawab atas regulasi akuntansi dan hukum pajak penghasilan perusahaan di Jepang memiliki pengaruh lebih lanjut pula. Pada paruh pertama abad ke-20, pemikiran akuntansi mencerminkan pengaruh Jerman; pada paruh kedua, ide-ide dari AS yang berpengaruh. Akhir-akhir ini, pengaruh badan Badan Standar Akuntansi Internasional mulai dirasakan dan pada tahun 2001 perubahan besar terjadi dengan pembentukan organisasi sector swasta sebagai pembuat standar akuntansi.
Jepang merupakan masyarakat tradisional dengan akar budaya dan agama yang kuat. Kesadaran kelompok dan saling ketergantungan dalam hubungan pribadi dan perusahaan berlawanan dengan hubungan independen yang wajar diantara individu-individu dan kelompok di negara-negara barat. Perusahaan Jepang saling memiliki ekuitas saham satu sama lain, dan sering kali bersama-sama memiliki perusahaan lain. Investasi yang saling bertautan ini menghasilkan konglomerasi industry yang meraksasa yang disebut sebagai keiretsu. Bank sering kali menjadi bagian dari kelompok industry besar ini.
Penggunaan kredit bank dan modal utang yang meluas untuk membiayai perusahaan besar terbilang sangat banyak bila dilihat dari sudut pandang Barat dan manajemen perusahaan terutama lebih bertanggung jawab kepada bank dan lembaga keuangan lainnya, dibandingkan kepada para pemegang saham. Pemerintah pusat juga memberlakukan control ketat atas berbagai aktivitas usaha di Jepang, yang berarti control birokrasi yang kuat dalam masalah- masalah usaha, termasuk akuntansi. Pengetahuan mengenai kegiatan usaha utamanya terbatas pada perusahaan dan pihak dalam lainnya seperti bank dan pemerintah.
Modal usaha keiretsu ini, sedang dalam perubahan seiring dengan reformasi structural yang dilakukan Jepang untuk mengatasi stagnasi ekonomi yang berawal pada tahun 1990-an. Krisis keuangan yang mengikuti pecahnya ekonomi gelembung Jepang juga mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh atas standar pelaporan keuangan Jepang. Jelas terlihat bahwa banyak praktik akuntansi menyembunyikan betapa buruknya perusahaan di Jepang. Suatu perubahan besar dalam akuntansi diumumkan pada akhir tahun 1990-an untuk membuat kesehatan ekonomi perusahaan Jepang menjadi semakin transparan dan membawa Jepang lebih dekat dengan standar internasional.

2.3       Contoh Perusahaan Jepang di Indonesia

Contoh – contoh perusahaan besar Jepang di Indonesia :
1.      Toyota
2.      Sony
3.      Honda
4.      Panasonic
5.      Nissan
6.      Canon
7.      Toshiba
8.      Hitachi
9.      Nintendo
10.  Yamaha


BAB III
Perkembangan

3.1       Perkembangan Sistem Akuntansi di Indonesia

Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini (Diga dan Yunus 1997).Perkembangan akuntansi di Indonesia, pada mulanya menganut sistem kontinental, sama seperti yang di pakai Belanda. Sistem kontinental ini, yang di sebut juga Tata Buku atau Pembukuan, yang sebenarnya tidak sama dengan akuntansi, karena :

Tata Buku (Bookkeeping) adalah elemen prosedural dari akuntansi sebagaimana aritmatika adalah elemen prosedural dari matematika. Selain itu, terletak perbedaan antara tata buku dengan Akuntansi, yakni :
Tata Buku (Bookkeeping) : menyangkut kegiatan – kegiatan proses akuntansi seperti pencatatan, peringkasan, penggolongan, dan aktivitas – aktivitas lain yang bertujuan untuk menghasilkan informasi akuntansi yang berdasarkan pada data.
Akuntansi (Accounting) : menyangkut kegiatan – kegiatan analisis dan interprestasi berdasarkan informasi akuntansi.

Seiring perkembangan, selanjutnya tata buku mulai di tinggalkan orang. Di Indonesia, orang atau perusahaan semakin banyak menerapkan sistem akuntansi Anglo Saxonyang berasal dari Amerika, dan ini di sebabkan oleh :
1.     Pada tahun 1957, Adanya konfrontasi Irian Barat antara Indonesia – Belanda yang membuat seluruh pelajar Indonesia yang sekolah di Belanda di tarik kembali dan dapat melanjutkan kembali studinya di berbagai negara (termasuk Amerika), terkecuali negara Belanda.
2.     Hampir sebagian besar mereka yang berperan dalam kegiatan pengembangan akuntansi menyelesaikan pendidikannya di Amerika, dan menerapkan sistem akuntansi Anglo Saxon di Indonesia. Sehingga sistem ini lebih dominan di gunakan daripada sistem Kontinental / Tata buku di Indonesia.
3.     Dengan adanya sistem akuntansi Anglo Saxon,Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia membawa dampak positif terhadap perkembangan akuntansi. Selain itu, terdapat beberapa perbedaan istilah antara tata buku dan akuntansi, yaitu :
-Istilah “ perkiraan ”, menjadi “ akun ”;
-Istilah “ neraca lajur ”, menjadi “ kertas kerja ” ; dan lain – lain.
Di Indonesia, Komite Prinsip Akuntansi (KPA) merumuskan Standar Akuntansi untuk di sahkan oleh Pengawas Pusat Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai Standar Akuntansi Keuangan (SAK) danberfungsi untuk menyesuaikan dan menyusun laporan keuangan yang di keluarkan oleh pihak ekstern. Sejalan dengan perkembangan ekonomi, hubungan dagang antarnegara pada masa – masa kerajaan di masa lalu seperti Majapahit, Mataram, Sriwijaya, menjadi pintu masuk akuntansi dari negara lain ke Indonesia. Meskipun demikian, belum terdapat penelitian yang memadai mengenai sejarah akuntansi di Indonesia. Masa perkembangan akuntansi di Indonesia secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1.        Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Kedatangan bangsa Belanda di Indonesia akhir abad ke-16 awalnya untuk berdagang, kemudian Belanda membentuk perserikatan maskapai Belanda yang dikenal dengan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Pada tahun 1602, terjadi peleburan 14 maskapai yang beroperasi di Hindia Timur, yang selanjutnya di tahun 1619 membuka cabang di Batavia dan kota-kota lainnya di Indonesia. Perjalanan VOC ini berakhir pada tahun 1799 dan setelah VOC dibubarkan, kekuasaan diambil alih oleh Kerajaan Belanda. Sejak masa itulah mulai tumbuh perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Catatan pembukuan saat itu menekankan pada mekanisme debit dan kredit berdasarkan praktik dagang yang semata-mata untuk kepentingan perusahaan Belanda.
Pada masa ini, sektor usaha kecil dan menengah umumnya dikuasai oieh masyarakat Cina, India, dan Arab yang praktik akuntansinya menggunakan atau dipengaruhi oieh sistem dari negara mereka masing-masing. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai 1945, sistem akuntansi tidak banyak mengalami perubahan, yaitu tetap menggunakan pola Belanda.

2.        Masa Kemerdekaan

Sistem akuntansi yang beriaku di Indonesia mengikuti sejarah masa lampau dari masa kolonial Belanda, maka sistem akuntansinya mengikuti akuntansi Belanda yang dikenal dengan Sistem Tata Buku. Sistem Tata Buku ini merupakan subsistem akuntansi atau hanya merupakan metode pencatatan.
Setelah masa penjajahan Belanda berakhir dan masuk ke dalam masa kemerdekaan, banyak perusahaan milik Belanda yang dirasionalisasi yang diikuti pula dengan masuknya berbagai investor asing, terutama Amerika Serikat. Para investor tersebut memperkenalkan sistem akuntansi Amerika Serikat ke Indonesia.
Akuntansi masa kini telah berkembang dalam tahap masa kedewasaan menjadi suatu aspek integral dari bisnis dan keuangan global. Keputusan yang berasal dari data-data akuntansi, pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi internasional menjadi sangat penting untuk mendapatkan interpretasi dan pemahaman yang tepat dalam komunikasi bisnis internasional.
Sejarah akuntansi dan akuntan, memperlihatkan perubahan yang terus menerus secara konsisten. Pada suatu waktu, akuntansi lebih mirip sistem pencatatan bagi jasa-jasa perbankan tertentu dan bagi rencana pengumpulan pajak. Kemudian muncul pembukuan double entry untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan usaha perdagangan. Saat ini akuntansi beroperasi dalam lingkungan perilaku, sektor publik dan Internasional. Akuntansi menyediakan informasi bagi pasar modal-pasar modal besar, baik domestik maupun internasional.


       

BAB IV
Kesimpulan

Standar akuntansi adalah regulasi atau aturan (termasuk pula hukum dan anggaran dasar) yang mengatur penyusunan laporan keuangan. Penetapan standar adalah proses perumusan atau formulasi standar akuntansi. Standar merupakan hasil dari penetapan standar.  Namun,  praktek  sebenarnya  berbeda  dari  yang  ditentukan  standar. Penetapan standar akuntansi melibatkan gabungan kelompok sector swasta yang meliputi profesi akuntansi, pengguna dan penyusun laporan keuangan, para karyawan dankelompok  public yang  meliputi  badan-badan  seperti otoritas  pajak,  kementrian  yang  bertanggung jawab  atas  hukum komersial  dan  komisi  pasar  modal.  Bursa  efek  yang merupakan sector swasta atau public (tergantung negaranya) juga mempengaruhi proses tersebut. Di Negara-negara hukum umum, sector swasta lebih berpengaruh dan profesi auditing  cenderung  untuk  dapat  mengatur  sendiri  dan  untuk  lebih  dapat  melakukan pertimbangan atas atestasi terhadap penyajian wajar laporan keuangan. Di Negara-negara hukum kode, sector public lebih berpengaruh dan profesi akuntansi cenderung untuk lebih diatur oleh Negara. Hal ini yang menyebabkan mengapa standar akuntansi berbeda-beda diseluruh dunia



Daftar Pustaka





Sabtu, 02 Januari 2016

Tugas Konsep Sistem Informasi Akuntansi


Nama Kelompok :

Ibnu Abdillah         (23212518)
Lugas Setyo Aji     (24212257)
Malvin Renaldo     (24212405)
Marshellinus S B   (24212460)

Kelas : 4EB13  

Assalammuallaikum Wr, Wb. 
Disini kelompok kami menjelaskan salah satu materi dari konsep sistem informasi akuntansi yang berjudul "teknik sistem dan dokumentasi" dengan media video. Pembuatan video ini menggunakan aplikasi online Powtoon. Materi bab 2 ini menjelaskan tujuan belajar pertama yaitu karakteristik pemanfaatan teknik-teknik sistem oleh para auditor dan personel pengembang SIA. 

Minggu, 29 November 2015

Kerajinan Tangan dari Daun Kering

Tema : Hiasan
Bahan – bahan :
  • klobot (kulit jagung)
  • daun palem kering
  • ranting pohon kering
  • lem
  • pewarna
  • gunting
  • kawat kecil
  • bulu ayam
  • bolpoin
  • spons
  • keranjang (bambu)
Cara membuat :
  1. Ambil beberapa helai klobot (kulit jagung) untuk dikeringkan dengan cara dijemur.
  2. Siapkan air rebusan yang sudah diberi pewarna sampai mendidih.
  3. Masukkan klobot ke dalam air mendidih tersebut sampai warnanya merata lalu tiriskan dan jemur di bawah sinar matahari.
  4. Sambil menunggu, kita buat gambar (pola) untuk objeknya (kupu-kupu).
  5. Gunting klobot sesuai pola.
  6. Setelah digunting, klobot yang sudah digunting dilem sesuai gambar yang sudah dibuat.
  7. Pasang pola kupu-kupu pada ranting pohon kecil yang sudah tersedia.
  8. Untuk bulu ayam, dicuci dan dikeringkan lalu diberi pewarna.
  9. Setelah semua selesai, ranting pohon dan bulu ayam siap ditancapkan pada spons yang sudah ditempatkan pada keranjang bambu.